Dewan Guru Ponpes Darussalam

Para dewan guru sedang berpose bersama dalam acara Haflah Akhir Sanah di Ponpes Darussalam Jombang

Belajar bahasa Inggris secara interaktif

Para santriwati sedang belajar bahasa Inggris secara interaktif dengan turis mancanegara.

Belajar Kitab Kuning Di Masjid Jami'

Para Santri sedang mengkaji kitab kuning bersama KH. Drs. Sihabuddin Raso di Masjid Jami' Fathul Jannah

Praktikum Merawat Jenazah

Para santri sedang melaksanakan praktikum merawat jenazah dengan baik dan benar sesuai aturan agama Islam.

Native Speaker dari Amerika Serikat

Para santri sedang berpose bersama dengan guru bahasa Inggris dari Amerika Serikat

Pembangunan Masjid Fathul Jannah Jombang

Proses Pembangunan Kubah Masjid Fathul Jannah
Tiga belas tahun sudah Masjid Fathul Jannah berdiri sejak tahun 2000 di mana Pondok Pesantren Darussalam yang berdiri pada tahun 1996 belum mempunyai masjid. Seiring dengan perjalanan banyak masyarakat yang memondokkan putranya. Sejak itu para santri selalu sholat jum’at di desa yang agak jauh dari tempat asrama santri. Oleh karena itu, pengasuh dan tokoh masyarakat sekitar berniat untuk membuat masjid di dalam pondok pesantren Darussalam dengan tujuan untuk mengembangkan da’wah islam dan juga sebagai pusat pelatihan santri dalam praktik imam, khotib dll.

Dengan lamanya proses pembangunan masjid Fathul Jannah mengakibatkan beberapa bagian atap cor dag keropos karena lantai 2 dari masjid belum dilanjutkan pembangunannya dikarenakan keterbatasan dana dimana sampai saat ini proses pembangunan masjid adalah dari donatur. Bagi anda yang ingin menjadi donatur pembangunan masjid Fathul Jannah pondok pesantren Darussalam ini bisa menghubungi nomor yang tertera dibawah ini.


Contact Person :
Bapak Moh. Noor : 081 359 843 808
Bapak Ahmad Junaidi : 085 648 566 446
Bapak Ramdon : 085 746 069 093


By Ust Fuad :  Bagi para alumni yang mau membantu dalam penggalangan dana untuk pembuatan "KUBAH MASJID PONDOK" dapat mendownload proposal DISINI atau DISINI.

Mari Memperbaiki Akhlak


Akhlak, menurut para pemikir Muslim, menunjuk pada kondisi jiwa yang menimbulkan perbuatan atau perilaku secara spontan. Dikatakan, orang yang memiliki mental penolong, ketika melihat kesulitan-kesulitan yang dialami orang lain, akan memberikan pertolongan secara spontan, tanpa banyak mempertimbangkan atau memikirkan untung-rugi. Jadi, akhlak menunjuk pada hubungan sikap batin dan perilaku secara konsisten.

Apakah akhlak yang merupakan watak dari manusia itu dapat diubah? Jawabnya adalah bisa. Menurut Al Ghazali, akhlak bisa diubah dan diperbaiki, karena jiwa manusia diciptakan sempurna atau lebih tepatnya dalam proses menjadi sempurna. Oleh sebab itu, ia selalu terbuka dan mampu menerima usaha pembaruan serta perbaikan.

Al Ghazali menambahkan, perbaikan harus dilakukan melalui pendidikan dan pembinaan pada sikap dan perilaku konstruktif. Pembiasaan tersebut dilakukan melalui metode berbalik. Sebagai contoh, sifat bodoh harus diubah dengan semangat menuntut ilmu, kikir dengan dermawan, sombong dengan rendah hati, dan rakus dengan puasa. Proses pembiasaan ini tentu saja tidak bisa dilakukan secara instant tapi membutuhkan waktu, perjuangan, dan kesabaran yang tinggi.

Ibnu Maskawaih, dalam buku Tahdzub Al Akhlaq mengusulkan metode perbaikan akhlak melalui lima cara. Pertama, mencari teman yang baik. Banyak orang terlibat tindak kejahatan karena faktor pertemanan. Kedua, olah pikir. Kegiatan ini perlu untuk kesehatan jiwa, sama dengan olahraga untuk kesehatan tubuh. Ketiga, menjaga kesucian kehormatan diri dengan tidak mengikuti dorongan nafsu. Keempat, menjaga konsistensi antara rencana baik dan tindakan. Kelima, meningkatkan kualitas diri dengan mempelajari kelemahan-kelemahan diri.

Di samping itu, perbaikan akhlak memerlukan idealisme, yaitu komitmen yang tinggi untuk selalu berpihak kepada yang baik dan yang benar. Perbaikan akhlak berbeda dengan perbaikan pada sektor-sektor lain. Perbaikan akhlak tidak dapat diwakilkan karena keputusan untuk berpihak kepada yang baik dan benar itu harus datang dan lahir dari kita sendiri.

Idealisme seperti itu menjadi lebih penting lagi, karena daya tarik kebaikan pada umumnya dikalahkan oleh daya tarik keburukan dan kesenangan duniawi. Pemihakan pada kebaikan sebagai inti dari ajaran akhlak benar-benar membutuhkan komitmen dan tekad yang kuat agar kita sanggup melawan dan mengendalikan kecenderungan-kecenderungan nafsu. Inilah sesungguhnya makna sabda Nabi SAW, ''Surga dipagari oleh kesulitan-kesulitan, sedangkan neraka dipagari oleh kesenangan-kesenangan.''

Betatapun tingkat kesulitan yang dihadapi, perbaikan akhlak harus tetap kita upayakan. Soalnya, agama itu pada akhirnya adalah akhlak. Dalam perspektif ini, seseorang tak dapat disebut beragama jika ia tidak berakhlak. Rasulullah SAW bersabda, ''Sesungguhnya aku tidak diutus kecuali untuk membangun kualitas-kualitas moral.'' (HR Malik). Wallahua'lam.

Mimpi bertemu Allah SWT, Mungkinkah?


Oleh Nashih Nashrullah

Jawaban atas pertanyaan ini, dijawab gamblang oleh Ibnu Sirin, dalam kitabnya yang berjudul Ta’bir ar-Ru’ya. Di bagian utama kitab ini, penulis yang lahir pada 33 H itu menjelaskan bahwa mimpi itu benar adanya. Tetapi, Ibnu Sirin pun menegaskan, jenis mimpi semacam ini hanya akan dialami oleh orang-orang saleh. Selain mereka, mustahil terjadi. “Bila hanya berupa bentuk atau khayalan, ia telah berdusta dan berbid’ah ria,” tulisnya.

Soal makna bermimpi bertemua Sang Khaliq, ia mengutarakan maknanya. Bila bermimpi melihat Allah SWT dengan penuh kebahagiaan, kondisi yang sama akan ia rasakan saat berjumpa Allah kelak di akhirat.  Bermimpi bertemu dengan Allah dan diberikan perhiasan dunia, ia akan mendapatkan cobaan berupa sakit atau ujian lainnya. Jika bersabar, ia akan masuk surga. Sedangkan apabila bermimpi melihat Allah turun di sebuah lokasi, tempat tersebut akan diberkahi.

Sementara itu, bila ada yang bermimpi bertemu malaikat, ia akan memperoleh kemuliaan dan kebahagiaan di antara warga lainnya. Sedangkan bila mimpi melihat malaikat sedang berada di masjid, itu pertanda warga setempat harus memperbanyak doa, sedekah, dan istigfar.

Demikian halnya bila mimpi berjumpa dengan Rasulullah SAW. Bertemu dengan Nabi Muhammad SAW dalam mimpi bisa diartikan sebagai tanda datangnya kebahagiaan, baik di dunia maupun akhirat, sepanjang wajah Nabi yang ia lihat berseri-seri.

Bila sebaliknya, yaitu melihatnya dengan kondisi yang kurang berkenan, seperti marah, bisa bermakna akan mendapat kesusahan. Sedangkan melihat para nabi selain Muhammad, bisa diartikan dengan keberkahan yang melimpah. Bagaimana bila seseorang bermimpi melihat Ka’bah?

Lebih lanjut dalam buku ini dijelaskan, bermimpi melihat Ka’bah ada beberapa kondisi. Di antaranya, ketika melihat Ka’bah, bangunan fisiknya berubah baik berkurang atau bertambah maka ada kaitannya dengan emimpin umat Islam. Seperti apakah pengejewantahan dalam faktanya? Semua itu ditentukan dengan kondisi Ka’bah yang dilihat.

Artinya, keadaan pemimpin tersebut akan baik bila Ka’bah tetap bagus. Begitu juga sebaliknya, tokoh umat yang diidolakan pada kondisi kurang laik jika Ka’bah yang ia temui di mimpi, kondisinya tak utuh. Sedangkan bila ia melihat Ka’bah lalu melaksanakan manasik, misalnya thawaf, berarti kualitas spiritual dan keagamaannya akan meningkat.

Ibnu Sirin juga memaparkan arti dari alam semesta dan fenomena-fenomena yang terjadi sehari-hari di mimpi. Hujan, misalnya diartikan dengan pertolongan dan rahmat. Mendung tebal yang menyelimuti daerah tertentu diartikan turunnya bencana di kawasan tersebut. Lain halnya, bila langit cerah dan tidak ada mendung sama sekali, bisa diartikan dengan munculnya kebijaksanaan, ilmu, dan rahmat, tak lain ialah agama Islam. Apalagi, sampai bermimpi mengumpulkan awan cerah yang tercecer di langit. Ini pertanda bagus, akan datang padanya perkara yang agung. 

Ujian Hidup


Dalam menghadapi kehidupan di dunia ini, manusia selalu berhadapan dengan dua keadaan silih berganti. Suatu saat merasakan suka, saat lain merasakan duka. Pada saat bahagia, terkadang manusia menjadi lupa. Sebaliknya, saat duka mendera, seringkali manusia berkeluh kesah.

Bagi hamba Allah SWT yang beriman, hidup adalah ujian. Selama hidup, selama itulah kita diuji Allah SWT. ''Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun.'' (QS Al-Mulk [67]: 2).

Minimal ada tujuh ujian hidup yang wajib kita ketahui. Insya Allah, Allah SWT luruskan dari ujian-ujian-Nya, sehingga meraih gelar shobirin dan mujahidin. ''Dan sungguh, Kami benar-benar akan menguji kamu sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar di antara kamu, dan akan Kami uji perihal kamu.'' (QS Muhammad [47]: 31).

Pertama, ujian berupa perintah Allah, seperti Nabi Ibrahim diperintahkan Allah SWT menyembelih putra tercintanya bernama Ismail. Kedua, ujian larangan Allah SWT, seperti larangan berzina, korupsi, membunuh, merampok, mencuri, sogok-menyogok, dan segala kemaksiatan serta kezaliman.

Ketiga, ujian berupa musibah. ''Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.'' (QS Al-Baqarah [2]: 155). Keempat, ujian nikmat, sebagaimana Allah SWT jelaskan dalam surat Al-Kahfi ayat 7. ''Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami uji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik perbuatannya.''

Kelima, ujian dari orang zalim buat kita, baik kafirun (orang yang tidak beragama Islam), musyrikun (menyekutukan Allah SWT), munafiqun, jahilun (bodoh), fasiqun (menentang syariat Allah), maupu hasidun (dengki, iri hati). Keenam, ujian keluarga, suami, istri, dan anak. Keluarga yang kita cintai bisa menjadi musuh kita karena kedurhakaanya kepada Allah SWT. Ketujuh, ujian lingkungan, tetangga, pergaulan, tempat dan suasana kerja, termasuk sistem pemerintahan/negara.

Subhanallah, Allah SWT amat sayang kepada kita. Allah SWT tunjukkan cara menjawab ujian itu semua. ''Dan minta pertolonganlah kamu dengan kesabaran dan dengan shalat, dan sesungguhnya shalat sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusuk tunduk jiwanya.'' (QS Al-Baqarah [2]: 48). Semoga kita dijadikan Allah SWT, hamba-Nya yang lulus dari ujian. Amin ya mujibas sailin.

Oleh : Ust. Arifin Ilham